Headline Majalah PERANTAU

Pencarian Lokal

Custom Search

Titipan Link Teman

Saturday, May 2, 2009

DINAMIKA

Penolakan Pendirian PLTN
Dies Natalis STF Driyarkara ke-39


Efek negatif dari keberadaan PLTN lebih banyak dan mengerikan dibandingkan dengan keuntungan yang bakal dinikmati masyarakat.


DALAM kemelut protes masyarakat akan kebijakan pemerintah khususnya PLN yang melakukan pemadaman listrik di Pulau Jawa dan Bali akhir-akhir ini dengan alasan krisis energi, menguatlah kembali kontroversi seputar rencana pemerintah mendirikan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Semenanjung Muria.
PLTN sangatlah diperlukan oleh negara kita, demikian asumsi pemerintah yaitu, dengan pertimbangan bahwa energi nuklir diperlukan demi mendukung keamanan pasokan energi jangka panjang serta pelestarian lingkungan, maka sejak 2004 pemerintah menghidupkan lagi rencana pembangunan PLTN Fissi (Pembelahan inti-inti atom) di Semenanjung Muria. Rencana itu sendiri sudah dimulai sejak 1974, namun diambangkan 1996 menyusul protes keras masyarakat. Kemudian 2006 pemerintah mengeluarkan PP no. 5 tahun 2006 yang menetapkan kontribusi sumber-sumber energi alternatif minimal 5% termasuk energi nuklir, dan PP no. 43 tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir. Tender direncanakan berjalan tahun 2008 dan tahap konstruksi direncanakan 2010/11. Di masyarakat sendiri tetap terdapat suara-suara yang menentang keras rencana pemerintah tersebut. Ini dikarenakan ancaman bahaya PLTN lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Selain itu tanah air kita sangatlah kaya akan berbagai sumber energi alternatif yang terbarukan yang lebih aman dan menghasilkan energi yang besar pula seperti panas bumi (geothermal), tenaga angin, sinar matahari, tenaga air, gelombang laut, bioenergi-biofeul dan biogas, dsb.
Desakan penolakan itu tak urung semakin menguat tatkala forum Masyarakat Peduli Bahaya PLTN yang terdiri dari berbagai tokoh dengan latar belakang disiplin ilmu pendidikan yang berbeda-beda, mengeluarkan pernyataan di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Rawasari, Jakarta Barat, (Sabtu, 23/2) yang isinya mendesak pemerintah membatalkan rencana pembangunan PLTN Semenanjung Muria.
Lebih lanjut, dalam kata sambutannya, Ketua STF Driyarkara, Pastor Dr Eddy Kristiyanto OFM, memaparkan bahwa forum tersebut diadakan dalam rangka Dies Natalis ke-39 STF Driyarkara. Forum tersebut merupakan tindak lanjut dari berbagai forum dalam menanggapi rencana Go Nuclear pemerintah yang sudah diadakan oleh berbagai pihak seperti Univ. Soegijapranata, Suara Merdeka, Univ. Satya Wacana, Pemerintah Kudus, dsb.

Menolak Keras
Forum yang dihadiri lebih dari 200 orang dari berbagai latar belakang pendidikan tersebut juga menghadirkan warga tapak yang tempat tinggalnya terkena dampak rencana proyek PLTN pemerintah. Ketua PCNU Jepara, KH. Nuramin “Gus Nung” bertutur, “Secara lokal mereka sudah mengharamkan PLTN. Namun ketika kami mengecam rencana pemerintah ini, yang marah malah Ketua PBNU Pusat KH. Hasyim Musadi. Ini membuat kami bingung.”
Lebih lanjut, Ketua Paguyupan Masyarakat Balong Jepara, Sumedi dan Ketua Masyarakat Reksa Bumi, Lilo Sunaryo, berharap bahwa forum di STF Driyarkara tersebut dapat membangun suatu resolusi dalam menolak PLTN. “Masyarakat tapak dulunya bisa beraktivitas dengan nyaman, namun semenjak mendengar rencana pembangunan PLTN itu, masyarakat hidup dalam kecemasan,” tukas Sumedi.
Tak ketinggalan pula Ketua Asosiasi Ilmu Pengetahuan Indonesia-AIPI, Prof Dr Bambang Hidayat, turut mengkritik kebijakan energi pemerintah, “Untuk keamanan energi dan untuk keamanan umumnya, bioteknologi dapat dimanfaatkan. Pemerintah harus dapat mendayagunakan pembangunan biofuel,” paparnya.
Terkait dengan dasar pendapat penolakan para akademisi tersebut, Sosiolog UI, Dr Francisia SSE Seda, mengingatkan bahwa dasar argumen penolakan kita harus jelas. Dalam arti kita memberi solusi tetapi solusi itu harus jelas secara konkret dan spesifik. “Kita tidak ingin tentunya dikatakan oleh pemerintah bahwa kita memberi solusi, tetapi solusi kita abstrak,” ujar Francisia.
Sementara itu, Ketua Panitia Dies Natalis ke-39 STF Driyarkara, Pastor Dr Setyo Wibowo, ketika ditemui menjelaskan mengapa Dies Natalis kali ini, STF mengangkat isu PLTN. Menurutnya, awalnya STF bingung apa kira-kira tema khusus Dies Natalis STF Driyarkara kali ini. Kami ingin mengangkat isu lingkungan. Isu sampah sudah pernah diangkat lalu global warming baru-baru saja ada konferensinya kemudian tiba-tiba ada pemikiran bagaimana jika kita mengangkat isu PLTN di Semenanjung Muria yang kontroversi tersebut.

Sikap Gereja
Masih menurut Pastor Setyo, bahwa hingga saat ini pemerintah ternyata sudah mempersiapkan secara matang rencana pendirian PLTN tersebut. Bahkan Undang-Undangnya sudah dibuat. Tinggal menunggu kata ‘oke’ dari presiden maka rencana tersebut segera dieksekusi.
Masalahnya adalah bukannya kita menolak PLTN secara an sich, melainkan kebijakan publik di belakang keputusan tersebut sangatlah tidak masuk diakal untuk saat ini. Padahal negara kita sangat kaya akan berbagai sumber energi yang terbarukan terutama seperti Panas Bumi, Gelombang Air Bawah Laut, Angin, Panas Matahari dan sebagainya. Oleh karena itu alasan pemerintah yang mengatakan bahwa negara kita krisis sumber energi sangatlah tidak beralasan. Sumber Minyak Bumi, Batu Bara, dan Gas Alam kita juga sangat banyak, tetapi 70% dari itu malah kita ekspor dan hanya 30% saja yang kita konsumsi.
Jika pemerintah ngotot mendirikan PLTN maka berbagai masalah segera muncul bukan hanya masalah lingkungan, tetapi sosial, budaya, hukum bahkan etis-teologis. Pastor Setyo menambahkan bahwa selama ini yang paling getol bersuara untuk menolak rencana PLTN adalah saudara kita muslim khususnya NU dan beberapa denominasi Gereja Kristen. Sedangkan dari Gereja Katolik belum ada atau belum jelas. “Padahal cukup banyak orang Katolik yang terlibat dalam masalah tersebut,” ujarnya. Karena itu ironis sekali jika ternyata kesadaran sosial dan berbangsa kita sebagai umat Katolik ternyata masih kurang.
Kita berharap Gereja Katolik, khususnya KWI dapat bersuara sedikit dan berpihak pada rakyat. “Semoga KWI dapat terbuka. Jangan menutup mata terhadap masalah ini dan dapat melakukan kajian secara mendalam serta turut mendesak pemerintah untuk menolak rencana PLTN di Semenanjung Muria,” harap Pastor Setyo.

Infografis isi pernyataan Masyarakat Peduli Bahaya PLTN:

Setelah menimbang berbagai aspek yang terkait dengan rencana pembangunan PLTN Fissi di Semenanjung Muria, Masyarakat Peduli Bahaya PLTN menyatakan:

Masyarakat Peduli Bahaya PLTN mendesak pemerintah agar membatalkan segala upaya membangun PLTN Fissi di Semenanjung Muria dengan pertimbangan:
1. Risiko PLTN Fissi Muria terlalu tinggi.
2. Tidak ada urgensi untuk membangun PLTN Fissi Muria.
3. Banyak sumber energi alternatif ramah lingkungan untuk dikembangkan di Indonesia.
4. Adanya penolakan masyarakat, khususnya masyarakat setempat.


Ditandatangani di Jakarta, 23 Februari 2008, oleh:
Prof Dr Bambang Hidayat (Ketua Asosiasi Ilmu Pengetahuan Indonesia-AIPI), Prof Dr Damardjati Supadjar (UGM), Prof Dr Kautsar Anshari Noer (UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat), Prof Soetandyo Wignjosoebroto (Fisipol Univ. Airlangga), Dr Sonny Keraf (Wakil Ketua Komisi VII DPR bidang Energi), Prof Dr Toeti Heraty Noerhadi (Univ. Indonesia), Prof Dr Magnis Suseno (STF Driyarkara), Prof Dr Budi Widianarko (Toksikologi Univ. Soegijapranata), Dr Asep Saifudin (IPB), Dr Zainal Abidin Baqir (Kajian Religi dan Budaya UGM), Dr Sunarko (STF Driyarkara), V Hadiyono, SH, M.Hum (Hukum Univ. Soegijapranata), Ir G Heliarko(Tehnik Univ. Sanata Dharma), Dr Heru Nugroho (Sospol UGM), Prof Dr Saparinah Sadli (Kajian Wanita UI), Dr Francisia SSE Seda (Fisip UI), Prof Dr Sastrapratedja (STF Driyarkara), Ir Fabby Tumiwa (Institute for Essential Service Reform), Prof Dr Musdah Mulia (UIN/ICRP), Dr Iwan Kurniawan (STIE Nusantara, Fisikawan-Nuklir), Dr Karlina Supelli (STF Driyarkara, Dr JB. Hari Kustanto (STF Driyarkara).

Infografis tentang kawasan Muria bersama dengan inset Peta Semenanjung Muria:

Letak geografis kawasan Muria sangatlah unik, yaitu dilindungan semacam benteng alami, khususnya di Semenanjung Muria. Karena adanya benteng alami inilah maka Semenanjung Muria dipilih sebagai tempat pembangunan PLTN. Selain itu Muria terletak di pinggir laut yang dapat digunakan sebagai sumber air untuk mengoperasikan PLTN.
Kawasan Muria sendiri terletak di antara tiga kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yaitu, Kudus, Pati, dan Jepara. Kawasan ini mempunyai banyak potensi yang layak untuk dikembangkan, seperti pertanian, wisata religi, ekosistem, dan geowisata. Untuk lokal Kudus, kawasan Muria di Kecamatan Dawe dan Rahtawu, mempunyai potensi unggulan. Seperti keindahan alam di sekitar Colo (Dawe), lengkap dengan petilasan Sunan Muria. Sedangkan di Rahtawu, banyak prosesi religi yang unik.


Oleh: Maurits S. Rakadewa, OFM

1 comment:

Link Teman-Teman