1. Perempuan dan Penderitaan
Saya ingin menanggapi tulisan Sr. Christina Sri Murti, FMM di majalah Perantau edisi Maret-April 2007 yang berjudul “Syukur Karena Aku Perempuan”. Dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa hakikat perempuan adalah diciptakan untuk memberikan hidup dan hidup untuk memberikan diri sebab dalam diri perempuan ada benih-benih kekuatan untuk menyerahkan diri secara total kepada seseorang, Allah ataupun suatu kehidupan tertentu. Oleh sebab itu, perempuan mempunyai kemampuan untuk akrab dan dekat dengan penderitaan. Dalam bagian berikutnya masih dijelaskan lagi mengenai hati perempuan yang peka dalam menghadapi kemalangan, kebahagiaan yang lahir dari penderitaan dan pemberian diri, pengkhianatan panggilan sebagai perempuan, serta mencintai secara tidak bijaksana.
Tulisan ini sangat menarik perhatian saya sebab di tengah maraknya perjuangan terhadap kesetaraan gender, ada orang yang mengingatkan kembali hakikat panggilan sebagai perempuan. Penderitaan dan hal-hal semacamnya sudah menyatu dengan kodrat hidup sebagai perempuan yang memang ditakdirkan hanya untuk menjadi rekan kerja manusia pertama.
Namun selain itu saya juga melihat bahwa ada cara pandang yang perlu diseimbangkan. Benar bahwa kelahiran perempuan membawa benih-benih kekuatan untuk menghadapi segala macam penderitaan dan ketidaknyamanan. Namun tidak boleh dilupakan bahwa perempuan juga mempunyai cara-cara tersendiri untuk menciptakan kebahagiaan. Dengan kata lain, kebahagiaan perempuan tidak selamanya lahir dari penyerahan diri yang total terhadap penderitaan yang mereka alami. Ketegaran perempuan dan kebijaksanaannya dalam menghadapi hidup tidak hanya dilahirkan oleh kemalangan dan penderitaan mereka, tetapi juga merupakan bakat yang gratis dari Tuhan. (Christa, Jogyakarta)
2. Frekuensi Penerbitan
Hai, saya baru satu kali membaca majalah Perantau. Menurut saya isinya cukup menarik untuk dibaca dan bermanfaat dalam memberikan informasi. Sayangnya saya belum tahu bagaimana caranya untuk mendapatkan Perantau. Apakah Perantau terbuka untuk umum, atau didistribusikan hanya untuk kalangan tertentu? Bagaimana frekuensi penerbitannya?
O.K, itu saja dari saya. Terima kasih atas perhatiannya, semoga Perantau semakin maju dan tetap eksis. Viva Perantau. (Perantaunisti, Jakarta)
Jawaban :
Hai juga. Terima kasih atas perhatian saudara kepada majalah kita ini. Cara mendapatkan Perantau cukup mudah, apalagi saudara tinggal di Jakarta. Saudara dapat menghubungi kami via email dan memberitahukan alamat saudara. Setelah itu, kami akan segera mengirimkan terbitan Perantau terbaru ke alamat saudara, atau saudara dapat mengambilnya sendiri ke alamat kami.
Majalah Perantau adalah hasil kerjasama keluarga Fransiskan dan Fransiskanes yang berada di Indonesia. Jadi, sebenarnya terbitannya pun dikhususkan bagi para biarawan/biarawati Fransiskan tersebut. Namun tetap tidak menutup kemungkinan orang lain untuk membacanya mengingat spiritualitas Fransiskan yang cukup kaya juga merupakan kekayaan seluruh gereja. Terima kasih.
3. Salam persaudaraan
Selamat Natal dan Tahun Baru. Semoga Roh Natal dan Tahun Baru memberikan semangat baru kepada kita semua dan Tuhan senantiasa menyertai hidup kita. Saya sangat senang karena sudah dua tahun “berkenalan” dan “menjadi sahabat” Perantau. Saya sungguh merasakan bahwa persahabatan ini telah memberikan banyak hal positif terhadap perjalanan hidupku. Artikel, tulisan, opini dan tulisan lain yang termuat dalam Perantau membiaskan sinar-sinar inspiratif yang menggelitik saya untuk melakukan perubahan.
Namun, saya sangat sedih karena beberapa bulan terakhir sahabatku Perantau mulai menghilang dari kehidupanku. Mengapa? Kata itulah yang selalu mengusik saya dan Bolehkah redaksi bercerita untuk menguak kata ‘Mengapa’ itu?
Saya juga masih bingung karena ternyata Perantau memiliki saudara kandung yakni Gita Sang Surya dan Taufan. Bolehkah redaksi menjelaskan tentang perbedaan dan persamaan antara majalah-majalah tersebut?
Dengan penuh harap aku menanti jawaban redaksi. (Christian, Jakarta)
Jawaban :
Salam persaudaraan.
Saudara Christian, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya karena kerinduan saudara untuk mendapatkan Perantau baru dapat kami penuhi dalam edisi ini. Beberapa bulan terakhir memang sedang terjadi pergantian pengurus dan redaksi Perantau sehingga jadwal penerbitannya pun agak terganggu. Namun jangan khawatir karena redaksi sudah mengkombinasikan beberapa tema yang sempat tertunda menjadi satu edisi yang cukup tebal. Untuk hal tersebut Redaksi memohon maaf.
Mengenai kebingungan saudara tentang perbedaan Perantau dengan dua majalah lainnya, akan kami jelaskan di sini. Perbedaan utamanya adalah pokok yang dibicarakan dalam majalah tersebut. Pokok pembicaraan Perantau adalah mengenai spiritualitas Fransiskan, sehingga pembacanya pun sebagian besar dari kalangan biarawan/biarawati Fransiskan. Gita Sang Surya adalah majalah yang diterbitkan oleh lembaga Justice, Peace and Integrity of Creation. Jadi isinya pun seputar hak asasi manusia, ekologi, keadilan dan semacamnya. Sedangkan Taufan adalah majalah intern Ordo Fratrum Minorum di provinsi Indonesia, sehingga isinya mencakup informasi ordo di seluruh Indonesia dan juga surat-surat, entah dari Minister Jendral maupun Minister Provinsi. Semoga kebingungan saudara sudah terjawab.
Terima kasih.